YOGYAKARTA DALAM WIKIPEDIA (Bagian I)
Unknown
17.21
0
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kota dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki jumlah penduduk 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404 laki-laki dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km2[6].
Penyebutan nomenklatur Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlalu
panjang menyebabkan sering terjadinya penyingkatan nomenkaltur menjadi
DI Yogyakarta atau DIY. Daerah Istimewa ini sering diidentikkan dengan Kota Yogyakarta
sehingga secara kurang tepat disebut dengan Jogja, Yogya, Yogyakarta,
Jogjakarta. Walaupun memiliki luas terkecil ke dua setelah Provinsi DKI Jakarta, Daerah Istimewa ini terkenal di tingkat nasional dan internasional. Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi tempat tujuan wisata andalan setelah Provinsi Bali. Selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah terparah akibat bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006 dan erupsi Gunung Merapi pada medio Oktober-November 2010.
Sejarah
Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri atau disebut Zelfbestuurlandschappen/Daerah Swapraja, yaitu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1755,
sedangkan Kadipaten Pakualaman didirikan oleh Pangeran Notokusumo
(saudara Sultan Hamengku Buwono II) yang bergelar Adipati Paku Alam I
pada tahun 1813. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan dan
Pakualaman sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangganya sendiri
yang dinyatakan dalam kontrak politik. Kontrak politik yang terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblaad 1941 Nomor 47, sedangkan kontrak politik Pakualaman dalam Staatsblaad
1941 Nomor 577. Eksistensi kedua kerajaan tersebut telah mendapat
pengakuan dari dunia internasional, baik pada masa penjajahan Belanda, Inggris, maupun Jepang.
Ketika Jepang meninggalkan Indonesia, kedua kerajaan tersebut telah
siap menjadi sebuah negara sendiri yang merdeka, lengkap dengan sistem
pemerintahannya (susunan asli), wilayah dan penduduknya.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan kepada Presiden RI,
bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi
wilayah Negara RI, bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan
sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sri Sultan Hamengku Buwono IX
dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Hal tersebut dinyatakan
dalam:
- Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI.
- Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945 (dibuat secara terpisah).
- Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 (dibuat dalam satu naskah).
Dalam perjalanan sejarah selanjutnya kedudukan DIY sebagai Daerah Otonom setingkat Provinsi sesuai dengan maksud pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 (sebelum perubahan) diatur dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah. Sebagai tindak lanjutnya kemudian Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959
Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini
masih berlaku. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan DIY meliputi
Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah Kadipaten
Pakualaman. Pada setiap undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah,
dinyatakan keistimewaan DIY tetap diakui, sebagaimana dinyatakan
terakhir dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), DIY mempunyai peranan yang penting. Terbukti pada tanggal 4 Januari 1946 sampai dengan tanggal 27 Desember 1949[8] pernah dijadikan sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Tanggal 4 Januari inilah yang kemudian ditetapkan menjadi hari Yogyakarta Kota Republik pada tahun 2010. Pada saat ini Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Kadipaten Pakualaman dipimpin oleh Sri Paku Alam IX,
yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Keduanya memainkan peran yang menentukan dalam memelihara nilai-nilai
budaya dan adat istiadat Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.
Geografi
[9] DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa,
secara geografis terletak pada 8º 30' - 7º 20' Lintang Selatan dan 109º
40' - 111º 0' Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat
dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi
Gunungapi Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah.
Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta
dan sebagian Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan
daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan
bentang alam ini terletak di Sleman
bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan
karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai objek penelitian,
pendidikan, dan pariwisata.
Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping (limestone) dan bentang alam karst yang tandus dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari (Wonosari Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional
(pelarutan), dengan bahan induk batu gamping dan mempunyai
karakteristik lapisan tanah dangkal dan vegetasi penutup sangat jarang.
Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam dan potensi air tanah kecil.
Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial,
membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulon Progo sampai Bantul
yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah
yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul. Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam pantai.
Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran
penduduk, ketersediaan prasarana dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial
ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antarwilayah yang timpang.
Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi
Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi
dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga
merupakan wilayah yang lebih maju dan berkembang.
Dua daerah aliran sungai (DAS) yang cukup besar di DIY adalah DAS
Progo di barat dan DAS Opak-Oya di timur. Sungai-sungai yang cukup
terkenal di DIY antara lain adalah Sungai Serang, Sungai Progo, Sungai Bedog, Sungai Winongo, Sungai Boyong-Code, Sungai Gajah Wong, Sungai Opak, dan Sungai Oya.
Ekonomi
Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain meliputi sektor
Investasi; Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM; Pertanian;
Ketahanan Pangan; Kehutanan dan Perkebunan; Perikanan dan Kelautan;
Energi dan Sumber Daya Mineral; serta Pariwisata.
Penanaman modal dan industri
Penanaman modal di DIY dilaksanakan melalui program peningkatan
promosi dan kerja sama investasi serta program peningkatan iklim
investasi dan realisasi investasi. Capaian investasi total pada tahun 2010 mencapai Rp 4.580.972.827.244,00 dengan rincian PMDN sebesar Rp 1.884.925.869.797,00 dan PMA sebesar 2.696.046.957.447,00 [10].
Unit usaha di DIY pada tahun 2010 ada sekitar 78.122 unit dengan
penyerapan tenaga kerja sebesar 292.625 orang dan nilai investasi
sebesar Rp. 878.063.496.000,00 [11].
Perdagangan dan UKM
[12] Varian produk ekspor DIY andalan meliputi produk olahan kulit, tekstil dan kayu. Pakaian jadi tekstil
dan mebel kayu merupakan produk yang mempunyai nilai ekspor tertinggi.
Namun demikian secara umum ekspor ke mancanegara didominasi oleh
produk-produk yang dihasilkan dengan nilai seni dan kreatif tinggi yang
padat karya (labor intensive). Program pembangunan dalam mengembangkan koperasi dan UKM
di DIY, salah satunya adalah memberdayakan usaha mikro dan kecil dan
menengah yang disinergikan dengan kebijakan program dari pemerintah
pusat. Salah satu upaya pembinaan UKM adalah melalui kelompok (sentra)
karena upaya ini lebih efektif dan efisien, di samping itu dengan sentra
akan banyak melibatkan usaha mikro dan kecil. Pada 2010 tercatat
koperasi aktif sebanyak 1.926 koperasi dan UKM tercatat 13.998 unit
usaha[13].
Pertanian Dan Kehutanan
Tingkat kesejahteraan petani dalam bidang pertanian di Provinsi DIY
yang diukur dengan Nilai Tukar Petani (NTP) NTP dapat menjadi salah satu
indikator yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani di suatu
wilayah. Pada 2010 NTP sebesar 112,74% [15]. Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak asasi manusia.
Secara umum ketersediaan pangan di Provinsi DIY cukup karena berkaitan
dengan musim panen sehingga diperlukan pengaturan distribusi oleh
pemerintah. Pemenuhan kebutuhan ikan
di DIY dapat dipenuhi dari perikanan tangkap maupun budidaya. Untuk
perikanan tangkap dilakukan melalui pengembangan pelabuhan perikanan Sadeng dan Glagah.
Produksi perikanan budidaya tahun 2010 mencapai 39.032 ton dan
perikanan tangkap mencapai 4.906 ton, dengan konsumsi ikan sebesar 22,06
kg/kap/tahun[16].
Hutan
di Provinsi DIY didominasi oleh hutan produksi, yang sebagian besar
berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Persentase luas hutan di DIY
pada tahun 2010 sebesar 5,87% dengan rehabilitasi lahan kritis sebesar
9,93% dan kerusakan kawasan hutan sebesar 4,94% [17].
Sektor perkebunan, dari segi produksi tanaman perkebunan yang potensial
di DIY adalah kelapa dan tebu. Kegiatan perkebunan diprioritaskan dalam
rangka pengutuhan tanaman memenuhi skala ekonomi serta peningkatan
produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman untuk meningkatkan
pendapatan petani.
ESDM
Sumber daya mineral atau tambang yang ada di DIY adalah Bahan Galian C yang meliputi, pasir, kerikil, batu gamping, kalsit, kaolin, dan zeolin serta breksi batu apung. Selain bahan galian Golongan C tersebut, terdapat bahan galian Golongan A yang berupa Batu Bara. Batu bara ini sangat terbatas jumlahnya, begitu pula untuk bahan galian golongan B berupa Pasir Besi (Fe), Mangan (Mn), Barit (Ba), dan Emas (Au) yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo . Dalam bidang ketenagalistrikan, khususnya listrik, minyak dan gas di Provinsi DIY dipasok oleh PT. PLN dan PT Pertamina
PARIWISATA
Pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya objek dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan wisatawan,
baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Pada 2010
tercatat kunjungan wisatawan sebanyak 1.456.980 orang, dengan rincian
152.843 dari mancanegara dan 1.304.137 orang dari nusantara[20]. Bentuk wisata di DIY meliputi wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition), wisata budaya, wisata alam, wisata minat khusus dan berbagai fasilitas wisata lainnya, seperti resort, hotel, dan restoran.
Tercatat ada 37 hotel berbintang dan 1.011 hotel melati di seluruh DIY
pada 2010. Adapun penyelenggaraan MICE sebanyak 4.509 kali per tahun
atau sekitar 12 kali per hari[21].
Keanekaragaman upacara keagamaan dan budaya dari berbagai agama serta
didukung oleh kreativitas seni dan keramahtamahan masyarakat, membuat
DIY mampu menciptakan produk-produk budaya dan pariwisata yang
menjanjikan. Pada tahun 2010 tedapat 91 desa wisata dengan 51 di
antaranya yang layak dikunjungi. Tiga desa wisata di kabupaten Sleman
hancur terkena erupsi gunung Merapi sedang 14 lainnya rusak ringan [22].
Secara geografis, DIY juga diuntungkan oleh jarak antara lokasi objek
wisata yang terjangkau dan mudah ditempuh. Sektor pariwisata sangat
signifikan menjadi motor kegiatan perekonomian DIY yang secara umum
bertumpu pada tiga sektor andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan, hotel
dan restoran; serta pertanian. Dalam hal ini pariwisata memberi efek
pengganda (multiplier effect) yang nyata bagi sektor perdagangan
disebabkan meningkatnya kunjungan wisatawan. Selain itu, penyerapan
tenaga kerja dan sumbangan terhadap perekonomian daerah sangat
signifikan.
SOSIAL BUDAYA
Kondisi sosial budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain
meliputi Kependudukan; Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Kesejahteraan
Sosial; Kesehatan; Pendidikan; Kebudayaan; dan Keagamaan
Kependudukan dan tenaga kerja
[23]Laju
pertumbuhan penduduk di DIY antara 2003-2007 sebanyak 135.915 jiwa atau
kenaikan rata-rata pertahun sebesar 1,1%. Umur Harapan Hidup (UHH)
penduduk di DIY menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari 72,4 tahun
pada tahun 2002 menjadi 72,9 tahun pada tahun 2005. Ditinjau dari sisi
distribusi penduduk menurut usia, terlihat kecenderungan yang semakin
meningkat pada penduduk usia di atas 60 tahun.
Proporsi distribusi peduduk berdasarkan usia produktif memiliki akibat pada sektor tenaga kerja. Angkatan kerja di DIY pada 2010 sebesar 71,41%[24].
Di sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja paling besar adalah sektor
pertanian kemudian disusul sektor jasa-jasa lainnya. Sektor yang
potensial dikembangkan yaitu sektor pariwisata, sektor perdagangan dan
industri terutama industri kecil menengah serta kerajinan. Pengangguran
di DIY menjadi problematika sosial yang cukup serius karena karakter
pengangguran DIY menyangkut sebagian tenaga-tenaga profesional dengan
tingkat pendidikan tinggi.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah kependudukan dan ketenagakerjaan adalah dengan mengadakan program transmigrasi.
Pelaksanaan pemberangkatan transmigran asal DIY sampai pada tahun 2008
melalui program transmigrasi sejumlah 76.495 KK atau 274.926 jiwa.
Ditinjau dari pola transmigrasi sudah mencerminkan partisipasi dan
keswadayaan masyarakat, melalui Transmigrasi Umum (TU), Transmigrasi
Swakarsa Berbantuan (TSB) dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM). Untuk
pensebarannya sudah mencakup hampir seluruh provinsi. Rasio jumlah
tansmigran swakarsa mandiri pada 2010 mencapai 20% dari total
transmigran yang diberangkatkan[25].
Kesejahteraan dan kesehatan
Sebagai salah satu aspek yang penting dalam kehidupan, pembangunan
kesehatan menjadi salah satu instrumen di dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Tahun 2007 jumlah keluarga miskin sebanyak
275.110 RTM dan menerima bantuan raskin dari pemerintah pusat (meningkat
27 persen dibanding periode tahun 2006 sebanyak 216.536 RTM). Penduduk
DIY menurut tahapan kesejahteraan tercatat bahwa pada tahun 2007
kelompok pra sejahtera 21,12%; Sejahtera I 22,70%; Sejahtera II 23,69%;
Sejahtera III 26,83%; dan Sejahtera III plus 5,66% . Tingkat
kesejahteraan pada tahun 2010 meningkat dengan penurunan persentase
penduduk miskin menjadi 16,83%[26].
Arah pembangunan kesehatan di DIY secara umum adalah untuk mewujudkan
Provinsi DIY yang memiliki status kesehatan masyarakat yang tinggi
tidak hanya dalam batas nasional tetapi memiliki kesetaraan di tataran
internasional khususnya Asia Tenggara
dengan mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat,
peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan serta menjadikan
DIY sebagai pusat mutu dalam pelayanan kesehatan, pendidikan pelatihan
kesehatan serta konsultasi kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar
Nasional Tahun 2010 menempatkan DIY sebagai provinsi dengan indikator kesehatan terbaik dan paling siap dalam mencapai MDG’s[27].
Pada tahun 2010 capaian indikator kesehatan untuk umur harapan hidup
berada pada level usia 74,20 tahun. Angka kematian balita sebesar
18/1000 KH, angka kematian bayi sebesar 17/1000 KH, dan angka kematian
ibu melahirkan sebesar 103/100.000 KH. Prevalensi gizi buruk sebesar
0.70%, Cakupan Rawat Jalan Puskesmas 16% sedangkan Cakupan Rawat Inap Rumah Sakit sebesar 1,32%[28].
Dari 118 Puskesmas, 20% puskesmas telah menerapkan sistem manajemen
mutu melalui pendekatan ISO 9001:200; 7% rumah sakit telah menerapkan
ISO 9001:200; 25% rumah sakit di DIY telah terakreditasi dengan 5
standar; 17% RS terakreditasi dengan 12 standar; dan 5% RS telah
terakreditasi dengan 16 standar pelayanan. Sarana pelayanan kesehatan
yang memiliki unit pelayanan gawat darurat meningkat menjadi 40% dan RS
dengan pelayanan kesehatan jiwa meningkat menjadi 9%. Meskipun demikian
cakupan rawat jalan tahun 2006 baru mencapai 10% (nasional 15%)
sementara untuk rawat inap 1,2% (nasional 1,5%). Rasio pelayanan
kesehatan dasar bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di Unit Pelaksana
Teknis Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota telah mencapai
100%. Rasio dokter
umum per 100.000 penduduk menunjukkan tren meningkat sebesar 39,64 pada
tahun 2006. Adapun program jamkesos tahun 2010 dianggarkan Rp.
34.978.592.000,00[29].
Penyakit jantung dan stroke
telah menjadi pembunuh nomor satu di DIY sementara faktor risiko
penyakit jantung penduduk DIY ternyata cukup tinggi. Rumah tangga di DIY
yang tidak bebas asap rokok sebesar 56%, sedangkan remaja
yang perokok aktif sebesar 9,3%. Sebanyak 52% penduduk DIY kurang
melakukan aktivitas olahraga dan hanya 19,8% penduduk DIY yang
mengkonsumsi serat mencukupi. Dalam tiga tahun terakhir angka obesitas
pada anak-anak di DIY meningkat hampir 7%.
PENDIDIKAN
Penyebaran sekolah untuk jenjang SD/MI
sampai Sekolah Menengah sudah merata dan menjangkau seluruh wilayah
sampai ke pelosok desa. Jumlah SD/MI yang ada di Provinsi DIY pada tahun
2008 adalah sejumlah 2.035, SMP/MTs/SMP Terbuka sejumlah 529, dan SMA/MA/SMK
sejumlah 381 sekolah negeri maupun swasta. Ketersediaan ruang belajar
dapat dikatakan sudah memadai dengan rasio siswa per kelas untuk SD/MI:
22, SMP/MTs: 33, SMA/MA/SMK: 31. Sedangkan tingkat ketersediaan guru di
Provinsi DIY juga cukup memadai dengan rasio siswa per guru untuk SD/MI:
13, SMP/MTs: 11, SMA/MA/SMK: 9. Untuk tahun 2010 pembinaan guru
jenjang SD/MI sebanyak 3.900 guru telah memenuhi kualifikasi dari total
24.093 guru. Jenjang SMP/MTs sebanyak 3.939 guru telah memenuhi
kualifikasi dari total 12.971 guru. Dan untuk SMA/MA sebanyak 4.826 guru
telah memenuhi kualifikasi dari total 15.067 guru[31].
Para lulusan jenjang SD/MI pada umumnya dapat melanjutkan ke SMP/MTs, sejalan kebijakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
yang dicanangkan pemerintah. Pada tahun 2010, angka kelulusan SD/MI
mencapai 96,47%, SMP/MTs mencapai 81,84% dan SMA/MA/SMK sebesar 88,98%.
Sedangkan angka putus sekolah pada tahun yang sama sebesar 0,07% untuk
SD/MI; 0,17% untuk SMP/MTs; dan 0,44% untuk SMA/MA/SMK[32].
Sementara itu jumlah perguruan tinggi di Provinsi DIY baik negeri,
swasta maupun kedinasan seluruhnya sebanyak 136 institusi dengan rincian
21 universitas, 5 institut, 41 sekolah tinggi, 8 politeknik dan 61 akademi yang diasuh oleh 9.736 dosen.
KEBUDAYAAN
DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible (fisik) maupun yang intangible
(non fisik). Potensi budaya yang tangible antara lain kawasan cagar
budaya dan benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang intangible seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat.
DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang
tersebar di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset-aset budaya
peninggalan peradaban tinggi masa lampau tersebut, dengan Kraton sebagai
institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya,
merupakan embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat
dalam berkehidupan kebudayaan terutama dalam berseni budaya dan beradat
tradisi. Selain itu, Provinsi DIY juga mempunyai 30 museum,
yang dua di antaranya yaitu Museum Ullen Sentalu dan Museum Sonobudoyo
diproyeksikan menjadi museum internasional. Pada 2010, persentase benda
cagar budaya tidak bergeak dalam kategori baik sebesar 41,55%, seangkan
kunjungan ke museum mencapai 6,42
KEAGAMAAN
Penduduk DIY mayoritas beragama Islam yaitu sebesar 90,96%, selebihnya
beragama Kristen, Katholik, Hindu, Budha. Sarana ibadah terus mengalami
perkembangan, pada tahun 2007 terdiri dari 6214 masjid, 3413 langgar, 1877 musholla, 218 gereja, 139 kapel, 25 kuil/pura dan 24 vihara/klenteng. Jumlah pondok pesantren
pada tahun 2006 sebanyak 260, dengan 260 kyai dan 2.694 ustadz serta
38.103 santri. Sedangkan jumlah madrasah baik negeri maupun swasta
terdiri dari 148 madrasah ibtidaiyah, 84 madrasah tsanawiyah dan 35 madrasah aliyah. Aktivitas keagamaan juga dapat dilihat dari meningkatnya jumlah jamaah haji dari tahun ke tahun, dan pada tahun 2007 terdapat 3.064 jamaah haji.