DASAR HUKUM BAGI WADI’AH
Unknown
20.45
0
A. Kisah Nabi Muhammad Saw
Gelar “Al
Amiin” yang disematkan oleh kaum Quraisy kepada diri Rasulullah, bukan
karena sebab dari satu perkara, yaitu masalah pengangkatan hajar aswad ke
ka’bah setelah kota Mekkah dilanda banjir sebelum masa kerasulan. Istilah ini
dinisbahkan kepada sifat Rasulullah yang dikenal oleh orang Quraisy, sebagai
orang yang benar-benar dapat dipercaya.
Sehingga,
banyak dari orang Quraisy menitipkan barang kepada rasulullah, dan ketika
kembali, mendapatkan barang mereka secara utuh sama sekali. Bahkan tradisi
menitipkan barang dan dipercayakan kepada rasul ini pun berlanjut hingga pada
masa kerasulan. Meski mereka sangat membenci rasul karena menyatakan diri
sebagai Nabi dan menentang berhala sesembahan mereka, tetapi mereka tak dapat
memungkiri sifat amanah pada diri rasulullah. Rasulullah tak memakan barang ini
walau dalam keadaan diboikot sekalipun.
Sebelum
hijrah, Rasulullah baru mengembalikan semua barang yang dititipkan kepadanya,
lewat sayyidina Ali. Di tengah nyawanya terancam, rasulullah masih memikirkan
bagaimana mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya. Kebiasaan rasulullah dalam merawat barang
titipan ini lah yang di-sistem-kan dalam aktivitas perbankan islam dengan nama
‘wadi’ah’. (Barang Titipan).
Selama
rasulullah merawat barang tersebut, rasulullah tak memakai barang tersebut, berusaha
merawatnya agar tidak rusak. Ini lah yang jadi dasar hokum bagi wadiah
yad amanah, yang artinya tangan amanah, karena diberi amanat merawat
barang titipan tanpa memakai barang tersebut, dan mencegahnya dari kerusakan.
B. Kisah Sahabat Zubair Ibn Awwam
Ada pula
sepenggal cerita dari sahabat tentang ‘titipan barang’. Adalah seorang Zubair
Ibn Awwam, yang tidak mau menerima titipan barang dalam bentuk uang yang tidak
dapat diputar (deposit/ simpanan/ titipan), kecuali jika ia memakainya dalam
bentuk pinjaman. Jika dipakai dalam bentuk pinjaman, ia hanya punya kewajiban
untuk mengembalikan uang (dalam bentuk dinar atau dirham) tersebut dengan utuh.
Tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga asset yang punya potensi untuk dikembangkan sebagai modal, juga
masuk dalam kategori ini, seperti tanah, bangunan, pick up, dan sebagainya. Ini lah yang kemudian disebut dengan
istilah wadiah yad dhomanah. Yad
dhomanah artinya tangan penanggung. Karena ia yang bertanggungjawab dalam
memakai barang tersebut, jika terjadi kerusakan atau hilang, akan menjadi
tanggungannya.
C.
Jenis
Wadiah & Perincian Hukumnya
Dari
cerita di atas didapatkan sebuah kesimpulan, bahwa wadiah yad amanah, adalah
praktek yang didasarkan atas karakter mulia Nabi Muhammad Saw, sehingga dapat
dihukumi dengan Sunnah. Sedangkan yang kedua (Wadiah yad dhomanah) adalah praktek dari Sahabat Nabi, tidak ada
keterangan rasulullah melarangnya, sehingga hukumnya sebagai mubah. Dengan catatan, harus ada 'aqd atau akad, karena transaksi dalam bentuk apapun, harus transparan dan didasarkan atas prinsip kerelaan bersama.
D. Aplikasi dalam Sistem Perbankan Islam
Dalam
prakteknya, wadiah yad dhomanah, dikembangkan dalam system
perbankan Islam. Dimana uang dapat dipakai oleh bank untuk diputar dalam
bentuk investasi. Sehingga aktivitas Bank dalam bentuk pengelolaan investasi
dari para nasabah adalah bentuk dari wadiah
yad dhomanah. Dalam sistem ini harus disertai akad bahwa titipan uang, boleh diputar untuk keperluan usaha.
E. KESIMPULAN
WADIAH
|
|
Wadiah Yad Amanah
|
Wadiah Yad Dhomanah
|
Titipan
murni, dari seorang ke pihak lain.
|
Memakai
barang titipan dengan menggunakan barang yang bersangkutan.
|
Dipraktekkan
secara langsung oleh Rasulullah. Beliau menerima barang, menjaga dan
merawatnya pada masa periode Mekkah.
|
Dipraktekkan
oleh Zubair Ibn Awwam, yang menerima titipan uang, dan dipergunakannya
sebagai bentuk pinjaman.
|
|
Dipraktekkan
pada perbankan Islam, dengan menggunakan titipan uang dari nasabah bank
digunakan sebagai investasi.
|
Adalah
aspek ‘Amaliyah berdasarkan Sunnah Nabi, hukumnya Sunnah
|
Adalah
aspek iqtishodiyah berdasarkan praktek ekonomi sahabat Nabi, hukumnya Mubah.
|