ZAKAT: SOLUSI KESEJAHTERAAN UMAT
Unknown
02.38
0
Kemiskinan masih menjadi permasalahan terbesar di Indonesia.
sedangkan upaya pemulihan ekonomi berjalan sangat lambat. Sebagai
akibatnya, kemiskinan makin meningkat tajam namun upaya untuk
menanggulanginya masih minim dan tidak sebanding dengan lonjakan tingkat
kemiskinan yang terjadi. Adapun pengentasan kemiskinan yang telah
dicanangkan pemerintah hanya mampu merubah tidak lebih dari 1 persen per
tahunnya.
Hal ini terbukti dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS)
bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan di Indonesia pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang (12,49
persen) turun 1,00 juta orang (0,84 persen) dibandingkan dengan
penduduk miskin pada bulan Maret 2010 yang sebesar 31,02 juta orang
(13,33 persen).
Selama periode Maret 2010 – Maret 2011 penduduk miskin di daerah perkotaan hanya berkurang sekitar 0,05 juta orang (dari 11,10 juta orang pada Maret 2010 menjadi 11,05 juta orang pada Maret 2011), sementara di daerah perdesaan berkurang sekitar 0,95 juta orang (dari 19,93 juta orang pada Maret 2010 menjadi 18,97 juta orang pada Maret 2011). Dari data tersebut kita bisa tahu bahwa persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah sampai saat ini.
Selama periode Maret 2010 – Maret 2011 penduduk miskin di daerah perkotaan hanya berkurang sekitar 0,05 juta orang (dari 11,10 juta orang pada Maret 2010 menjadi 11,05 juta orang pada Maret 2011), sementara di daerah perdesaan berkurang sekitar 0,95 juta orang (dari 19,93 juta orang pada Maret 2010 menjadi 18,97 juta orang pada Maret 2011). Dari data tersebut kita bisa tahu bahwa persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah sampai saat ini.
Kondisi seperti ini sebenarnya merupakan potret dari kemiskinan yang
bukan hanya disebabkan oleh lemahnya etos kerja tetapi juga disebabkan
oleh ketidakadilan sistem. Jika ini terus dibiarkan akan membahayakan
masyarakat luas. Untuk itu, perlu adanya suatu mekanisme yang sanggup
mengalirkan kekayaan yang dimiliki kelompok masyarakat berpunya (the have) kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu (the have not).
Mekanisme yang baik dalam usaha mengalirkan harta tersebut diharapkan
mampu memangkas mata rantai kemiskinan. Jika melihat kembali sejarah
umat islam zaman Nabi Muhammad SAW tentu kita akan dapati sebuah sistem
ekonomi yang terbukti mampu mengangkat taraf kesejahteraan masyarakat
Makkah dan Madinah saat itu. Sistem dalam konteks ini adalah zakat.
Zakat merupakan asas utama ajaran islam yang berfungsi untuk mengalirkan
harta kekayaan dari tangan orang kaya ke tangan orang miskin.
Yusuf Qardhawi menegaskan bahwa zakat adalah ibadah Maaliyyah Ijtima’iyyah
yang memiliki posisi sangat penting, strategis dan menentukan, baik
dilihat dari sisi ajaran islam maupun dari sisi pembangunan
kesejahteraan umat. Keberadaan zakat dianggap sebagai ma’luum minad-din bidh-dharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang. (Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial,
(Bandung: 1994, p.231). Untuk mengetahui manfaat dan pentingnya
penerapan sistem zakat, berikut ini akan dibahas mengenai fungsi zakat
sebagai solusi pengentas kemiskinan umat.
Makna Zakat
Dari segi bahasa, kata zakat merupakan bentuk dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. (Mu’jam Wasith, Juz 1 p. 398). Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang dan seorang itu zaka, berarti orang itu baik. Dalam Lisan al-Arab
pun disebutkan bahwa kata zakat adalah suci, tumbuh, berkah dan
terpuji. Semua istilah ini digunakan dalam al-Quran dan Hadis. Tapi
makna yang terkuat menurut Wahidi, kata dasar zaka berarti bertambah dan tumbuh, sehingga bisa dikatakan, tanaman itu zaka yang artinya tumbuh. Sedangkan setiap sesuatu yang bertambah disebut zaka artinya bertambah.
Adapun zakat menurut istilah sebagaimana dikatakan Yusuf Qardhawi dalam Hukum Zakat
(2010) yaitu “Sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah yang
diserahkan kepada orang-orang yang berhak” di samping berarti
mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri. Hal ini diperjelas lagi oleh
Zamakhsyari dalam al-Fa’iq, “Zakat seperti halnya sedekah, berwazan fa’ala
dan merupakan kata benda bermakna ganda, dipakai untuk pengertian benda
tertentu yaitu sejumlah benda yang dizakatkan, atau untuk pengertian
makna tertentu yang berarti perbuatan menzakatkan itu. (al-Fa’iq, Jilid 1, p. 536, Cet.1).
Sedangkan Dr. al-‘Arabi dalam Manahij al-Bahisin fi al-Iqtisad al-Islami memiliki dua makna tentang zakat yakni, Pertama, pencucian jiwa dan ini merupakan tujuan ritual spiritual, Kedua, pencucian dan pengembangan harta dan ini merupakan tujuan ekonomis dalam rangka membangun solidaritas sosial.
Manfaat Zakat
Allah SWT mewajibkan umat islam untuk mengeluarkan zakat dengan
demikian tegas (QS. 2 : 43, QS. 6 : 141). Perintah tersebut mengandung
hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik bagi muzakki,
mustahik, bahkan harta benda yang dikeluarkan zakatnya serta seluruh
masyarakat secara umum.
Diantara manfaat zakat yaitu: Sebagai wujud iman kepada Allah SWT,
menolong kaum fakir miskin untuk menjadi lebih sejahtera, sebagai pilar
bagi para pemberi dan yang diberi zakat. Selain itu, kegiatan
mengeluarkan zakat juga berfungsi untuk: Mensucikan jiwa dari sifat
kikir, mendidik untuk berinfak dan memberi, sebagai bentuk ketaatan
kepada Allah SWT, sebagai bentuk syukur atas nikmat Allah SWT
Allah SWT memerintahkan umat islam untuk mengeluarkan zakat dari
sebagian harta bukan untuk memenuhi kas atau perbendaharaan dan bukan
pula sekedar untuk menolong orang yang lemah dan yang mempunyai
kebutuhan. Akan tetapi tujuan utamanya adalah agar manusia lebih tinggi
nilainya daripada harta, sehingga ia menjadi tuannya harta bukan menjadi
budak harta. Zamakhsari menggarisbawahi bahwa kegiatan zakat bukanlah
dinisbatkan pada benda yang diberikan akan tetapi lebih condong kepada
kegiatan atau pekerjaan menzakatkan harta benda itu sendiri.
Sebagaimana disinggung juga oleh Afzalurrahman bahwa keberadaan zakat
pada akhirnya akan mampu meneguhkan perasaan persaudaraan antara orang
kaya dan orang yang tidak punya. Bila kesejahteraan sosial terwujud maka
sudah tentu jurang antara kaya dan miskin sedikit demi sedikit akan
tertutupi. (Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996)
Zakat Sebagai Solusi Kemiskinan
Kemiskinan bukanlah permasalahan kesadaran orang kaya akan pentingnya
harta zakat. Tetapi juga disebabkan oleh krisis mental orang miskin
yang malas untuk bangkit yang telah melanda sebagian besar masyarakat
muslim saat ini. Jika kita berkaca kembali pada al-Quran, sebenarnya
Allah telah menjelaskan pada umat islam bahwa kemiskinan tidak datang
dari Sang Pencipta, akan tetapi kemiskinan datang dari manusia itu
sendiri.
Dalam hal ini, pernyataan Susan George ((How the Other Half Dies,Montaclair, Allan Held, Osmund and Con. 1981), Lapoe dan Colin (Food First , New
York, Ballantine Books, 1978) menarik untuk disimak, bahwa penyebab
utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial ekonomi karena adanya
sekelompok kecil orang-orang yang hidup mewah di atas penderitaan orang
banyak, dan bukannya diakibatkan oleh semata-mata kelebihan jumlah
penduduk (over population).
Diantara gambaran al-Quran yang berkaitan dengan sifat manusia yang menyebabkan kemiskinan misalnya, Pertama,
QS. an-Nahl : 112 yang menceritakan suatu negeri yang diberi rasa lapar
dan ketakutan sebagai balasan dari sifat “kufur nikmat” atau tidak
mensyukuri nikmat Allah SWT. Kedua, QS. al-Mukminun : 1-4 yang menjelaskan tentang mudahnya manusia putus asa dan lemahnya etos kerja.
Zakat merupakan sistem ekonomi umat islam. Dengan pengelolaan yang
baik, pada akhirnya nanti zakat akan mampu membangun pertumbuhan
ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan, economic with equity. (Ahmad Muflih Saefuddin, Pengelolaan Zakat Ditinjau Dari Aspek Ekonomi, (Bontang: Badan Dakwah Islamiyyah, LNG, 1986, p. 99).
Selain itu, dalam zakat pun mengandung nilai-nilai sosial, politik,
moral dan agama sekaligus. Hal ini dapat dilihat dari segi manfaat yang
akan dirasakan baik oleh pemberi maupun penerima zakat.
Zakat ialah kekayaan yang akan menjamin orang yang tidak mampu
bekerja. Inilah cara untuk memberi pertolongan kepada mereka yang lemah
atau sakit, anak yatim dan mereka yang perlu pertolongan. Prinsip yang
terkandung dalam zakat cukuplah sederhana yaitu apabila engkau telah
cukup untuk hari ini. Tolonglah orang lain agar orang menolongmu,
apabila esok engkau tidak punya, maka tidak perlu engkau bingung.
Disinilah letak perbedaan antara sistem kapitalisme dengan zakat.
Kapitalisme menganjurkan manusia untuk menumpuk-numpuk harta sebanyak
mungkin tanpa mempedulikan orang lain. Sedangkan zakat lebih
mengedepankan maslahat bersama daripada individu. Untuk itulah
pentingnya pemerataan kekayaan agar tidak terjadi ketidakseimbangan
kekayaan.
Dengan dijadikannya zakat sebagai instrumen pemerataan kekayaan maka
harta selanjutnya harus didistribusikan kepada pihak lain, yaitu
orang-orang yang telah ditentukan (Fakir, Miskin, Amil, Mu’allaf, Hamba Sahaya, Gharimin, Fii Sabilillah, Ibnu Sabil). Sehingga
hal tersebut perlu diatur dalam sebuah mekanisme redistribusi yang
jelas. Dalam hal ini, zakat berfungsi sebagai instrumen yang mengatur
aliran redistribusi pendapatan dan kekayaan tersebut. Disinilah tugas
pemerintah untuk mengatur penyaluran harta zakat semaksimal mungkin.
Dalam hal zakat ini, pemerintah sedikit lebih bijak dalam mengambil
keputusan. Ini terwujud dengan dikeluarkannya undang-undang yang
berkaitan dengannya, sekaligus berkaitan dengan pajak. Undang-undang
tersebut adalah undang-undang No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
yang didalamnya menyebutkan antara lain bahwa pengelolaan zakat di
Indonesia dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah
dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk masyarakat. Dengan adanya
lembaga yang mengatur harta zakat tersebut dengan harapan pemerataan
bisa dilakukan dan kemiskinan dapat segera diminimalisir.
Melihat laporan Badan Pusat Statistik (BPS) diatas
menunjukkan adanya sinyal positif untuk bangkitnya kesejahteraan umat.
Akan tetapi, persentasenya masih sangatlah kecil, sehingga penulis
merasa sudah saatnya pemerintah tidak memandang sistem zakat dengan
sebelah mata dan mulai memaksimalkan kinerja sistem zakat untuk skala
nasional dengan harapan mampu mengurangi angka kemiskinan lebih banyak
lagi. Dengan kata lain, secara sistem, zakat sudah unggul dan teruji
mampu mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi keberhasilan penerapan sistem
zakat bergantung pada pemerintah atau pelaksananya.
Jadi, apabila fungsi zakat sebagai instrumen penyaluran kekayaan ini
dijalankan secara maksimal dengan pembagian yang merata, maka persoalan
kemiskinan dan kesenjangan sosial dapat diperkecil. Akan tetapi
itu merupakan harapan yang masih jauh dari kenyataan. Yang perlu
dioptimalkan terlebih dulu adalah menanggulangi kemiskinan dengan cara
pendekatan yang komprehensif, yaitu: Upaya perubahan mental dari dalam
diri orang-orang miskin serta memberikan pemahaman kepada orang-orang
kaya akan kesadaran mengeluarkan zakat. Tentunya harus dibarengi juga
dengan manajemen pemerataan zakat secara profesional oleh pemerintah.
Dan jika tiga unsur tersebut bisa berhasil barulah kesejahteraan sosial
umat akan tercipta.