SISTEM MUDHOROBAH : SISTEM KERJASAMA PERMODALAN DALAM ISLAM
Unknown
23.42
0
Istilah-istilah dalam ekonomi Islam bukanlah istilah dan
maknanya dibuat sendiri tanpa ada contoh konkret dari Rasulullah. Pada zaman Rasulullah sudah ada sistem
permodalan, sebagaimana pada masa sekarang. Perbedaannya terletak pada proses
administrasi dan pencatatannya. Dalam sistem ekonomi Islam terkenal dengan
istilah “Al Mudhorobah” atau dikenal dengan sistem bagi hasil.
Al mudhorobah berasal dari kata adh dhorbu, dengan bentuk fi’il (kata kerja) dhoroba – yadhribu, yang berarti memukul. Kata ini berubah
maknanya dalam kalimat adh dhorbu fil
ardhi, berarti berjalan di muka bumi. Maksudnya adalah berjalan di muka
bumi (bepergian) untuk membelanjakan dagangan. Pada waktu zaman Nabi sudah ada
praktek dimana seseorang menyerahkan sebagian hartanya, untuk diperniagakan,
dan hasilnya, dibagi antara keduanya. Ini lah yang disebut dengan qiroth, atau mudhorobah.
Sistem bagi hasil dapat dilihat dari hubungan Nabi Muhammad
dan Siti Khadijah sebelum mereka menikah. Siti Khadijah punya modal yang sangat
banyak, tetapi kurang pandai berdagang. Sedangkan Rasulullah, tidak memliki
modal tapi punya kepandaian dalam berdagang. Sehingga sistem mudhorobah ini,
pada intinya menguntungkan bersama, karena;
1.
Punya
skill (kemampuan) dan pengalaman tetapi tidak punya modal.
2.
Punya
modal dimana
uangnya ‘menganggur’ tetapi tidak memiliki skill (kemampuan) dan pengalaman dan
tetapi juga menginginkan keuntungan.
Contoh yang lebih konkret ketika pada zaman sahabat, mereka
banyak yang menyerahkan harta anak yatim dalam bentuk mudhorobah. Sehingga
waktu itu, sebenarnya sudah muncul kesadaran akan artinya perputaran uang untuk
permodalan. Dalam suatu ayat al Qur’an terdapat kalimat ‘Likay Laa yakuuna duulatan baina aghniyaa’i minkum” (agar kekayaan tidak berputar hanya
di kalangan orang kaya dari sebagian kamu). Sehingga pada masa dulu, ada barang
tetap dan konsumsi, ada pula kekayaan untuk diputar sebagai modal, ada pula
barang produksi dalam bentuk ladang atau ternak.
Islam mensyariatkan akad kerjasama di bidang permodalan untuk
memudahkan orang, baik investor maupun pemilik usaha, bahkan sekalipun dengan
orang non muslim. Pada zaman kenabian, Nabi Muhammad SAW pernah menyerahkan
kebun kurma dan ladang di Khaibar, milik kaum muslimin, agar
mereka mengerjakannya, dengan perjanjian mereka mendapatkan separuh dari hasil
tanaman (Bukhori & Muslim).
Kadang dalam melakukan perjanjian, salah satu pihak lalai
menunaikan janjinya. Misalnya, pengusaha tidak jujur, dan melakukan pekerjaan
dengan modal yang ada di tangan, seadanya, hingga merugikan investor (pemodal)
yang sudah memebrikan kepercayaan kepadanya. Sehingga dalam sistem mudhorobah,
mestinya dilakukan dengan saling percaya antara satu dengan lainnya. kedua,
bisa pula dengan sistem pengawasan, agar pemodal dapat memastikan bahwa modal
benar-benar dikelola dengan baik, sehingga bisa untung bersama. Dalam sistem permodalan,
hal ini dinamakan dengan tafrith atau
ta’addadi (menggunakan uang tidak
untuk keperluan usaha).