Select Menu

sponsor

sponsor
Select Menu

Favourite

SELAMAT HARI RAYA 'IDUL FITHRI 1437 H : TAQOBBALALLAHU MINNA WA MINKUM WA JA'ALANA MINAL 'AIDIN WAL FAIZIN

Layanan Kami

PELATIHAN

CERITA LAPANGAN

Berita GEMI

ARTIKEL GEMI

» » » SISTEM MUDHOROBAH : SISTEM KERJASAMA PERMODALAN DALAM ISLAM


Unknown 23.42 0



Istilah-istilah dalam ekonomi Islam bukanlah istilah dan maknanya dibuat sendiri tanpa ada contoh konkret dari Rasulullah. Pada zaman Rasulullah sudah ada sistem permodalan, sebagaimana pada masa sekarang. Perbedaannya terletak pada proses administrasi dan pencatatannya. Dalam sistem ekonomi Islam terkenal dengan istilah “Al Mudhorobah” atau dikenal dengan sistem bagi hasil.

Al mudhorobah berasal dari kata adh dhorbu, dengan bentuk fi’il (kata kerja) dhoroba – yadhribu, yang berarti memukul. Kata ini berubah maknanya dalam kalimat adh dhorbu fil ardhi, berarti berjalan di muka bumi. Maksudnya adalah berjalan di muka bumi (bepergian) untuk membelanjakan dagangan. Pada waktu zaman Nabi sudah ada praktek dimana seseorang menyerahkan sebagian hartanya, untuk diperniagakan, dan hasilnya, dibagi antara keduanya. Ini lah yang disebut dengan qiroth, atau mudhorobah.

Sistem bagi hasil dapat dilihat dari hubungan Nabi Muhammad dan Siti Khadijah sebelum mereka menikah. Siti Khadijah punya modal yang sangat banyak, tetapi kurang pandai berdagang. Sedangkan Rasulullah, tidak memliki modal tapi punya kepandaian dalam berdagang. Sehingga sistem mudhorobah ini, pada intinya menguntungkan bersama, karena;

1.      Punya skill (kemampuan) dan pengalaman tetapi tidak punya modal.
2.      Punya modal dimana uangnya ‘menganggur’ tetapi tidak memiliki skill (kemampuan) dan pengalaman dan tetapi juga menginginkan keuntungan.
Contoh yang lebih konkret ketika pada zaman sahabat, mereka banyak yang menyerahkan harta anak yatim dalam bentuk mudhorobah. Sehingga waktu itu, sebenarnya sudah muncul kesadaran akan artinya perputaran uang untuk permodalan. Dalam suatu ayat al Qur’an terdapat kalimat ‘Likay Laa yakuuna duulatan baina aghniyaa’i minkum” (agar kekayaan tidak berputar hanya di kalangan orang kaya dari sebagian kamu). Sehingga pada masa dulu, ada barang tetap dan konsumsi, ada pula kekayaan untuk diputar sebagai modal, ada pula barang produksi dalam bentuk ladang atau ternak. 

Islam mensyariatkan akad kerjasama di bidang permodalan untuk memudahkan orang, baik investor maupun pemilik usaha, bahkan sekalipun dengan orang non muslim. Pada zaman kenabian, Nabi Muhammad SAW pernah menyerahkan kebun  kurma dan ladang di Khaibar, milik kaum muslimin, agar mereka mengerjakannya, dengan perjanjian mereka mendapatkan separuh dari hasil tanaman (Bukhori & Muslim).

Kadang dalam melakukan perjanjian, salah satu pihak lalai menunaikan janjinya. Misalnya, pengusaha tidak jujur, dan melakukan pekerjaan dengan modal yang ada di tangan, seadanya, hingga merugikan investor (pemodal) yang sudah memebrikan kepercayaan kepadanya. Sehingga dalam sistem mudhorobah, mestinya dilakukan dengan saling percaya antara satu dengan lainnya. kedua, bisa pula dengan sistem pengawasan, agar pemodal dapat memastikan bahwa modal benar-benar dikelola dengan baik, sehingga bisa untung bersama. Dalam sistem permodalan, hal ini dinamakan dengan tafrith atau ta’addadi (menggunakan uang tidak untuk keperluan usaha).


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama