Denyut Koperasi Syariah
Unknown
02.03
0
Oleh: Sugianto
Sumber : http://www.depkop.go.id
Seiring dengan perkembangan
lembaga-lembaga keuangan syariah, terutama perbankan syariah di Tanah
Air, koperasi yang dikelola secara syariah juga mulai bermunculan di
berbagai daerah. Di antara lembaga-lembaga keuangan syariah yang
mengalami perkembangan cukup pesat adalah perbankan syariah, yang tumbuh
sekitar 40 persen per tahun dengan total aset yang sudah mencapai
sekitar Rp 140 triliun atau sekitar empat persen dari total aset
perbankan nasional.
Perkembangan perbankan syariah yang
pesat tersebut tentunya juga akan berdampak pada perkembangan
lembaga-lembaga keuangan lainnya seperti koperasi syariah. Apalagi,
perbankan syariah kini didukung dengan gairah keagamaan di Indonesia
yang mengalami tren kenaikan sehingga berdampak pada melonjaknya demand
terhadap produk dan layanan yang bernuansa syariah.
Apalagi saat ini, sistem kapitalisme
yang menjadi kebanggaan sistem ekonomi global tengah terseok-seok
lantaran virus krisis-keuangan dan ekonomi yang secara terus-menerus
menggerogotinya. Akibatnya, kapitalisme dan liberalisme sebagai
mainstream sistem ekonomi global mulai hilang kredibilitasnya.
Sementara, perekonomian yang dibangun di atas fondasi kebersamaan dan
kerakyatan, seperti koperasi dan UMKM, justru tampil gagah dan kuat
dalam menghadapi krisis ekonomi global.
Secara teologis, keberadaan koperasi
syariah didasarkan pada surah al-Maidah Ayat 2, yang menganjurkan untuk
saling tolong-menolong dalam kebaikan dan melarang sebaliknya. Koperasi
syariah mengandung dua unsur di dalamnya, yakni ta aurun
(tolong-menolong) dan syirkah (kerja sama). Dengan demikian, koperasi
syariah biasa disebut syirkatu at-tauniyyah, yaitu suatu bentuk kerja
sama tolong-menolong antarsesama anggota untuk meningkatkan
kesejahteraan bersama.
Dari segi legalitas, koperasi syariah
belum tercantum dalam UU No 25/1992 tentang Perkoperasian. Untuk
sementara, keberadaan koperasi syariah saat ini didasarkan pada
Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia No
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS).
Kemudian, selanjutnya diterbitkan instrumen pedoman standar operasional
manajemen KJKS/UJKS Koperasi, pedoman penilaian kesehatan KJKS/UJKS
koperasi, dan pedoman pengawasan KJKS/ UJKS koperasi.
Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau
biasa disebut KJKS adalah koperasi yang bergerak di bidang pembiayaan,
investasi, dan simpanan dengan pola syariah. Sementara, Unit Jasa
Keuangan Syariah (UJKS) Koperasi adalah unit usaha dalam koperasi yang
kegiatannya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan
dengan pola syariah. UJKS koperasi biasa juga dianggap sebagai koperasi ,
konvensional yang menawarkan produk dan layanan dengan pola syariah.
Seiring dengan bermunculannya
koperasi syariah, tentunya diharapkan ada payung hukum yang menaunginya
berupa UU koperasi syariah tersendiri, seperti pada UU Perbankan
Syariah. Kalaupun belum bisa dengan UU tersendiri, setidaknya dilakukan
revisi terhadap UU Perkoperasian yang ada dengan mengakomodasi
keberadaan koperasi syariah. Kehadiran UU ini secara otomatis akan
mempercepat pertumbuhan koperasi syariah sebagaimana yang telah terjadi
pada perbankan syariah.
Beberapa koperasi syariah yang
tergabung dalam KJKS/UJKS yang ada saat ini adalah hasil konversi dari
Baitul Mal dan wa Tamwil (BMT) yang juga saat ini belum memiliki payung
hukum. Adapun jumlah KJKS/UJKS koperasi per April 2012 adalah sekitar
4.117 unit dengan jumlah anggota sekitar 762 ribu anggota dan total
asetnya mencapai Rp 5 triliun-Rp 8 triliun. Jumlah ini akan semakin
bertambah pada masa mendatang seiring dengan perkembangan industri
keuangan yang berbasis syariah akhir-akhir ini.
Strategi yang bisa dilakukan untuk
mempercepat perkembangan koperasi syariah ataupun lembaga mikro syariah
lainnya adalah melalui program linkage program dengan lembaga perbankan
syariah.Bank-bank syariah bisa menyalurkan pembiayaan mikronya lewat
KJKS ataupun BMT yang jaringannya tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini
akan menghindarkan terjadinya perebutan pasar antara perbankan dan
lembaga keuangan mikro syariah yang selama ini sudah menggarap sektor
mikro dan menengah.
Program sinergi lembaga keuangan
syariah ini akan mengoneksikan jaringan bank dan lembaga keuangan mikro
sehingga akan mendorong terjadinya transfer manajemen dan teknologi di
antara lembaga keuangan syariah. Misalnya, jaringan BMT yang ada saat
ini hampir mencapai 5 000-an unit dengan jumlah cabang 22 ribu. Jika
saja setiap desa yang kini berjumlah 78.124 memiliki BMT, ini akan
mempermudah perbankan melalu BMT mengakses desa-desa yang ada.
Koperasi syariah dan lembaga mikro
keuangan syariah lainnya dapat pula menggunakan jaringan masjid yang
berjumlah 800 ribu. Ini akan menjadi jaringan yang besar dalam mengakses
permodalan dan pembiayaan.
Pemberdayaan umat melalui
maksimalisasi peran koperasi dan lembaga keuangan syariah berdampak pada
peningkatan jumlah wirausaha-wirausaha baru yang berasal dari pelosok
desa di negeri ini. Jumlah pengusaha dari total penduduk Indonesia sudah
di kisaran 1,5 persen, tumbuh pesat yang sebelumnya hanya sekitar 0,24
persen. Ini tidak terlepas dari kontribusi sektor koperasi dan UMKM.
Sudah saatnya perekonomian negeri ini dibangun berdasarkan semangat
kerakyatan, seperti koperasi yang memiliki imunitas kuat terhadap
guncangan krisis keuangan dan ekonomi.